2.1 TEORI MOTIVASI
Motivasi dapat diartikan sebagai
kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan
entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam
diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik).
Motivasi
merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang
dihadapi. Menurut Robbins (2001:166) menyatakan definisi dari motivasi yaitu
kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi
yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan
individual.
Pengertian
prestasi menurut Murray (dalam J. Winardi, 2004):”...Melaksanakan tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi atau mengorganisasi objek-objek
fiskal, manusia atau ide-ide untuk melaksanakan hal-hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin sesuai kondisi yang berlaku. Mencapai
perporman puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak
lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil”
Seberapa kuat
motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas
perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya.. Kajian
tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin
Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu
dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2)
frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan
kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan
untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan
yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Dibawah ini, kita akan membahas
beberapa macam teori berprestasi.
a. Teori Motivasi Beprestasi dari
McClelland
Dari McClelland dikenal tentang
teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach)
yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan
seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan
kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu
tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi
obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri
sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Need menurut McClelland dibagi atas
tiga:
1)
Need For achievement.
Ada beberapa orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk
berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap
keberhasilan. Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih
efisien jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Ciri-ciri:
- Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
- Mencari feedback tentang perbuatannya.
- Memilih resiko yang sedang di dalam perbuatannya.
- Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.
2)
Need for affiliation.
Kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam kehidupannya
atau hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini akan mengarahkan tingkah laku
individu untuk melekukan hubungan yang akrab dengan orang lain. Orang-orang
dengan need affiliation yang tinggi ialah orang yang berusaha mendapatkan
persahabatan.
Ciri-ciri:
- Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya daripada segi tugas-tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut.
- Melakukan pekerjaannya lebih efektif apbila bekerjasama dengan orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif.
- Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
- Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian.
- Selalu berusaha menghindari konflik.
3. Need for power.
Adanya
keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, intuk mempengaruhi orang
lain dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain.
Ciri-ciri:
- Menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan.
- Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi dimanapun dia berada.
- Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise.
- Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organiasi.
b.
Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada
intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau
hierarki kebutuhan, yaitu:
- Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;
- Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual;
- Kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
- Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan
- Atualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut
pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan
cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan
yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari
cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat,
jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya
karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia
itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa
dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan
makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan
organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan
mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan
pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah
“hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak
tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak
tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan
berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang
ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian
pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa
pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan
“koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan
karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia
berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik,
seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai,
memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa:
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang
teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan
fondasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi
pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
c.
Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”)
Teori Alderfer dikenal dengan
akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf
pertama dari tiga istilah yaitu: E = Existence (kebutuhan akan
eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan
pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika
makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama,
secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan
oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik
dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness”
senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth”
mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua,
teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan
tampak bahwa:
- Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
- Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
- Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan
kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya,
seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan
antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
d.
Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Frederick
Herzberg (1923-2000), adalah seorang ahli psikolog klinis dan dianggap sebagai
salah satu pemikir besar dalam bidang manajemen dan teori motivasi. Frederick I
Herzberg dilahirkan di Massachusetts pada 18 April 1923. Sejak sarjana telah
bekerja di City College of New York. Lalu tahun 1972, menjadi Profesor
Manajemen di Universitas Utah College of Business. Hezberg meninggal di Salt
Lake City, 18 Januari 2000.
Teori Dua
Faktor Hezberg
Frederick
Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua
faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi
dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan
kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan
bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan
tingkat tingginya.
Menurut
Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan, dan gaji
yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila
faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan
(Robbins,2001:170).
Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting
yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu
:
- Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.
- Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.
- Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan
pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
- Maintenance Factors. Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
- Motivation Factors. Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.
Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg
Dalam Organisasi
Dalam
kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat
penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal
ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut:
- Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.
- Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.
Untuk memahami motivasi karyawan
digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg:
Pertama, teori yang dikembangkan oleh
Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat
ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu
untuk manusia pada umumnya.
Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit
dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara
kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh Frederick
Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan
menurut Maslow.
Teori Herzberg memberikan dua
kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama,
teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya
mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua,
kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and
Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Berdasarkan hasil penelitian
terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri,
Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995 :
138). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan
seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga
dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes)
yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.
Teori Herzberg ini melihat ada dua
faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu
daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor
ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama
dari organisasi tempatnya bekerja.
Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik
akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan
inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi
dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal
yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh
faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh
organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang
diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang, 2002 : 107).
Adapun yang merupakan faktor
motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it
self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement),
pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).
Menurut Herzberg faktor
hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk
berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat
memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak
menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial
(Cushway & Lodge, 1995 : 139).
Sedangkan faktor motivation/intrinsic
factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang
lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi)
lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan
lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Dari teori Herzberg tersebut,
uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan
oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan
karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena
pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.
e.
Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia
terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi
kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang
pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua
kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
- Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
- Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam
menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal
sebagai pembanding, yaitu:
- Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
- Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
- Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
- Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai
dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian
harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi
meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul
berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat
kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas,
seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
f. Teori penetapan tujuan (goal
setting theory).
Teori
penetapan tujuan
atau goal
setting theory
awalnya dikemukakan oleh Dr. Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Lewat
publikasi artikelnya ‘Toward a Theory of Task Motivation and Incentives’
tahun 1968, Locke menunjukkan adanya keterkaitan antara tujuan dan kinerja
seseorang terhadap tugas. Dia menemukan bahwa tujuan spesifik dan sulit
menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah. Beberapa tahun
setelah Locke menerbitkan artikelnya, penelitian lain yang dilakukan Dr.
Gary Latham, yang mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat kerja.
Penelitiannya mendukung persis apa yang telah dikemukakan oleh Locke mengenai
hubungan tak terpisahkan antara penetapan tujuan dan kinerja. Pada tahun 1990,
Locke dan Latham menerbitkan karya bersama mereka, ‘A Theory of Goal
Setting and Task Performance’. Dalam buku ini, mereka memperkuat
argumen kebutuhan untuk menetapkan tujuan spesifik dan sulit.
Lima
Prinsip Penetapkan Tujuan
1.
Kejelasan.
2.
Tantangan.
3.
Komitmen.
4.
Umpan balik (feedback).
5.
Kompleksitas tugas.
1.
Kejelasan
Tujuan harus jelas terukur, tidak ambigu, dan ada jangka
waktu tertentu yang ditetapkan untuk penyelesaian tugas. Manfaatnya ketika ada
sedikit kesalahpahaman dalam perilaku maka orang masih akan tetap menghargai
atau toleran. Orang tahu apa yang diharapkan, dan orang dapat menggunakan hasil
spesifik sebagai sumber motivasi.
2.
Menantang
Salah satu karakteristik yang paling penting dari tujuan
adalah tingkat tantangan. Orang sering termotivasi oleh prestasi, dan mereka
akan menilai tujuan berdasarkan pentingnya sebuah pencapaian yang telah
diantisipasi. Ketika orang tahu bahwa apa yang mereka lakukan akan diterima
dengan baik, akan ada motivasi alami untuk melakukan pekerjaan dengan baik.
Dengan catatan sangat penting untuk memperhatikan keseimbangan yang tepat
antara tujuan yang menantang dan tujuan yang realistis.
3.
Komitmen
Tujuan harus dipahami agar efektif. Karyawan lebih cenderung
memiliki tujuan jika mereka merasa mereka adalah bagian dari penciptaan tujuan
tersebut. Gagasan manajemen partisipatif terletak pada ide melibatkan karyawan
dalam menetapkan tujuan dan membuat keputusan. Mendorong karyawan untuk
mengembangkan tujuan-tujuan mereka sendiri, dan mereka menjadi berinisiatif
memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di tempat lain dalam organisasi.
Dengan cara ini, mereka dapat yakin bahwa tujuan mereka konsisten dengan visi
keseluruhan dan tujuan perusahaan.
4.
Umpan balik (feedback)
Umpan balik memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi
harapan, menyesuaikan kesulitan sasaran, dan mendapatkan pengakuan. Sangat
penting untuk memberikan kesempatan benchmark atau target, sehingga individu
dapat menentukan sendiri bagaimana mereka melakukan tugas.
5. Kompleksitas Tugas
Faktor terakhir dalam teori penetapan tujuan memperkenalkan
dua persyaratan lebih untuk sukses. Untuk tujuan atau tugas yang sangat
kompleks, manajer perlu berhati-hati untuk memastikan bahwa pekerjaan tidak menjadi
terlalu berlebihan.
Orang-orang
yang bekerja dalam peran yang kompleks mungkin sudah memiliki motivasi tingkat
tinggi. Namun, mereka sering mendorong diri terlalu keras jika tindakan tidak
dibangun ke dalam harapan tujuan untuk menjelaskan kompleksitas tugas, karena
itu penting untuk memberikan orang waktu yang cukup untuk memenuhi tujuan atau
meningkatkan kinerja. Sediakan waktu yang cukup bagi orang untuk berlatih atau
mempelajari apa yang diharapkan dan diperlukan untuk sukses. Inti dari penetapan
tujuan adalah untuk memfasilitasi keberhasilan. Oleh karena itu pastikan bahwa
kondisi sekitar tujuan tidak menyebabkan frustrasi atau menghambat orang untuk
mencapai tujuan mereka.
Penentuan tujuan adalah sesuatu yang diperlukan untuk
kesuksesan. Dengan pemahaman teori penetapan tujuan, kemudian dapat secara
efektif menerapkan prinsip-prinsip untuk tujuan yang akan ditetapkan.
Implikasi Teori
- Teori ini jelas mempengaruhi cara organisasi mengukur kinerjanya. Dengan menggunakan konsep penetapan tujuan yaitu adanya kejelasan, tujuan yang menantang, dan berkomitmen untuk mencapainya. Memberikan umpan balik pada kinerja. Mempertimbangkan kompleksitas tugas.
- Memungkinkan manajemen untuk melakukan diagnosis kesiapan, misalnya apakah tenaga kerja, organisasi dan teknologi sesuai dengan program goal setting.
- Mempersiapkan tenaga kerja berkenaan dengan interaksi antara individu, komunikasi, pelatihan (training) dan perencanaan.
- Penekanan pada sasaran yang harus diketahui dan dimengerti oleh manajer dan bawahannya
- Mengevaluasi tindak lanjut untuk penyesuaian sasaran yang ditentukan.
- Tinjauan akhir untuk memeriksa cara pengerjaan dan modifikasi yang ditentukan. Manajemen berdasarkan sasaran memberi kesempatan kepada tenaga kerja untuk membuat penilaiannya sendiri mengenai hasil-hasil operasi, artinya jika ia membicarakan hasil maka sebenarnya individu tersebut menilai dirinya sendiri dan mungkin sekali mendapatkan wawasan mendalam bagaimana ia harus memperbaiki sikapnya. cara-caranya atau kelakuannya.
g.
Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang
berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya
sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu
hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan
bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka
untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat
sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan
harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat
terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan
memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan
menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para
praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik
tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para
pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara
yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap
penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu
mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya.
h.
Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi
yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi
karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang
bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh
persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan
organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula
oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya,
dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan
pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang
dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk
mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan
mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah
seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu
singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut
berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut
menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja
lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai
konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang
pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya,
mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan
kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai
tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada
waktunya di tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang
digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat
manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh
dengan “gaya” yang manusiawi pula.
i.
Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa
tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan
menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai
kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan
di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori
yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu.
Menurut model ini, motivasi seorang
individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun
eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
a. persepsi seseorang mengenai diri
sendiri;
b. harga diri;
c. harapan pribadi;
d. kebutuhaan;
e. keinginan;
f. kepuasan kerja
g. prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal
mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
a. jenis dan sifat pekerjaan
b. kelompok kerja dimana seseorang
bergabung
c. organisasi tempat bekerja
d. situasi lingkungan pada umumnya
e. sistem imbalan yang berlaku dan cara
penerapannya.
2.2 TUJUAN MOTIVASI
Tujuan
Motivasi menurut Malayu S.P Hasibuan (2003;146) : mengatakan bahwa pengertian
motivasi adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan
Moral dan kepuasan Kerja Karyawan
2. Meningkatkan
Produktivitas Kerja Karyawan
3. Mempertahankan
kestabilan karyawan perusahaan
4. Meningkatkan
kedisiplinan karyawan
5. mengefektifkan
pengadaan karyawan
6. Menciptakan
suasana dan hubungan kerja yang baik
7. Meningkatkan
loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan
8. Meningkatkan
kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi
rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10. Meningkatkan
efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
2.3 JENIS-JENIS
MOTIVASI
Motivasi
merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan ragamnya. Secara umum motivasi
dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang satu sama lain memberi warna
terhadap aktivitas manusia.Danim (2001:17), menyatakan bahwa motivasi yang
diberikan digolongkan menjadiempat bagian:
a. Motivasi
Positif Motivasi positif adalah proses pemberian motivasi atau usaha
membangkitkan motif, dimana hal itu diarahkan pada usaha mempengaruhi orang
lain agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan
keuntungan tertentu kepadanya.
b. Motivasi
Negatif Motivasi negatif sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari
rasa takut. Motivasi negatif yang berlebihan akan membuat organisasi tidak
mampu mencapai tujuan.
c. Motivasi
dari Dalam Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia menjalankan
tugaas -tugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja iu sendiri.
d. Motivasi
dari luar Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya
pengaruh yang ada di luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri.
2.4 METODE MOTIVASI
Malayu
S.P. Hasibuan (2003:149), mengatakan
bahwa ada
dua metode motivasi adalah sebagai
berikut ;
a. Motivasi
Langsung (Direct Motivation)
Motivasi
langsung adalah motivasi (materiil dan Non Materiil) yang diberikan secara
langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta
kepuasannya, jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari
raya, bonus dan bintang jasa.
b. Motivasi
Tidak Langsung (Indirect Motivation)
Motivasi
Tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran
tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya.
Misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana pekerjaan yang serasi dan
sejenisnya.
2.5 MODEL-MODEL MOTIVASI
Veithzal
Rivai (2005;470), mengatakan bahwa model-model motivasi adalah sebagai berikut :
1. Model
Tradisional
Model
tradisional ini digunakan untuk memberikan dorongan kepada karyawan agar
melakukan tugas mereka dengan berhasil, para menajer menggunkan sistem upah
insentif, semakin banyak mereka menghasilkan atau mencapai hasil kerja yang
sempurna, semakin besar penghasilan mereka.
2. Model
Hubungan Manusiawi
Model
hubungan tradisional yaitu para manajer dianjurkan untuk bisa memotivasi para
karyawan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan dengan membuat mereka
merasa penting dan berguna, sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerjanya. Para
karyawan diberi lebih banyak waktu kebebasan
untuk mengambil keputusan dalam menjalankan pekerjaannya.
3. Model
Sumber Daya Manusia
Model
Sumber Daya Manusia yaitu karyawan mempunyai motivasi yang sangat beraneka
ragam, bukan hanya motivasi karena uang ataupn keinginan akan kepuasan, tetapi
juga kebutuhan untuk berprestasi dan mempunyai arti dalam bekerja. Tugas
manajer dalam model ini, bukanlah menyuap para karyawan dengan upah atau uang
saja tetapi juga untuk mengembangkan rasa tanggung jawab bersama dalam mencapai
tujuan organisasi dan anggotanya, dimana setiap karyawan menyumbangkan sesuai
dengan kepentingan dan kemampuannya masing-masing.
2.6 FAKTOR
– FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI
Motivasi timbul
karena dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri manusia dan faktor dari luar
diri manusia (Wursanto, 2000: 131)..
a.
Faktor dalam diri manusia (disebut
motivasi internal) berupa sikap, pendidikan, kepribadian, pengalaman, pengetahuan,
dan cita-cita.
b.
Faktor
luar diri manusia (motivasi ekternal) berupa gaya kepemimpinan atasan,
dorongan atau bimbingan seseorang, dan perkembangan situasi
2.7 CARA
MEMOTIVASI KERJA BAGI KARYAWAN
Cara memotivasi
karyawan menurut Ishak (2003 : 13) sebagai berikut:
a. Rasa
hormat (respect), yaitu memberikan rasa hormat dan penghargaan secara
adil. Namun adil bukan berarti sama rata. Seperti dalam hal prestasi kerja,
atasan tidak mungkin memberikan penghargaan pada semua orang. Memberikan
penghargaan berdasarkan prestasi, kepangkatan, pengalaman, dan sebagainya.
b. Informasi,
yaitu dengan memberikan informasi kepada pegawai mengenai aktivitas organisasi,
terutama tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.
c. Perilaku.
Usahakanlah mengubah perilaku sesuai dengan harapan bawahan. Dengan demikian ia
mampu membuat pegawai berperilaku atau berbuat sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh organisasi
d. Hukuman.
Berikan hukuman kepada karyawan yang bersalah diruang yang terpisah, jangan
menghukum di depan pegawai lain karena dapat menimbulkan frustasi dan
merendahkan martabat.
e. Perasaan.
Tanpa mengetahui bagaimana harapan karyawan dan perasaan apa yang ada dalam
diri mereka, sangat sulit bagi pimpinan untuk memotivasi bawahan. Perasaan
dimaksud seperti rasa memiliki, rasa partisipasi, rasa bersahabat, rasa
diterima dalam kelompok, dan rasa mencapai prestasi.
2.8
PROSES
MOTIVASI
Malayu
S.P. Hasibuan (2003;151), mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai
berikut :
1. Tujuan
Dalam
proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi. Baru
kemudian para karyawan dimotivasi kearah tujuan.
2. Mengetahui
kepentingan
hal
yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan
tidak hanya melihat dari sudut kepntingan pimpinan atau perusahaan saja.
3. Komunikasi
efektif
Dalam
proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan
harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus
dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
4. Integrasi
tujuan
Proses
motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan
karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex
yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan
individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan
organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya
penyesuaian motivasi.
5. Fasilitas
Manajer
penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu
karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti
memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
6.
Team
Work
Manajer
harus membentuk Team work yang
terkoordinasi baik yang bias mencapai tujuan perusahaan. Team Work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat
banyak bagian.
2. Mencari jalan keluar untuk
memnuhi kebutuhan
|
3. Perilaku yang berorientasi
pada tujuan
|
1. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
|
4. Hasil Karya (Evaluasi dari
tujuan yang tercapai)
|
5. Imbalan atau hukuman
|
6.
Kebutuhan yang tidak dipenuhi dinilai kembali oleh karyawan.
|
Karyawan
|
Gambar 2.1 Proses
Motivasi
2.9
HUBUNGAN
MOTIVASI DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN.
Motivasi
yang tinggi yang ada pada diri Karyawan merupakan suatu modal besar bagi suatu
perusahaan untuk dapat mewujudkan kepuasan kerja yang tinggi pula. Dalam
usahanya mewujudkan Motivasi yang tingggi perusahaan dapat memilih cara
memotivasi karyawan dengan tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi
perusahaan.
T.
Hani Handoko (2003:252) mengatakan
bahwa hubungan
Motivasi terhadap kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
“Motivasi yang ada pada diri seseorang
merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai
tujuan kepuasan dirinya.”
Veithzal
Rivai (2008:456) mengatakan bahwa hubungan
Motivasi terhadap kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
“Apabila
individu termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang positif untuk melakukan
sesuatu, karena dapat memuaskan keinginan mereka.”
Maman Ukas (2006:318) mengatakan bahwa hubungan Motivasi terhadap kepuasan kerja
adalah sebagai berikut :
“Dan
dorongan yang mendapatkan usaha untuk melakukan atau memuaskan suatu kebutuhan
atau tujuan disebut motivasi.”
A.
Sihotang (2007:244) berpendapat bahwa ada hubungan antara Motivasi dengan
kepuasan kerja melalui Kuadran-kuadran
Pada Tabel sebagai berikut :
Kepuasan
|
||
|
Tinggi
|
Rendah
|
I
|
Nilai Positif bagi organisasi dan
bagi pekerja
|
II. Positif Bagi organisasi tapi
Negatif bagi pekerja
|
III
|
Negatif bagi Organisasi tapi
positif bagi pekerja
|
IV. Negatif bagi organsasi dan
bagi pekerja
|
Sumber : A. Sihotang (2007;244)
|
1. Kuadaran
I tergambar bahwa pegawai bermotivasi tinggi, sangat baik bagi organisasi dan
baik pula bagi pekerja, keadaan yang di kuadran perama inilah yang paling ideal
2. Kuadran
II menggambarkan pekerja yang bermotivasi tinggi berdampak baik terhadap
organisasi tapi negatif bagi pekerja karena mereka menerima reward yang lebih rendah dari yang
diharapkan, keadaan ini dapat berakibat pekerja mengundurkan diri.
3. Kuadaran
III menunjukan kinerja pegawai rendah, dirasa baik untuk karyawan akan tetapi
negatif bai organisasi karena organisasi merasa memenuhi kebutuhan kebutuhan
pegawai tetapi si pegawai tidak memberikan kontribusi yang positif bagi
organisasi.
4. Kuadran
IV menggambarkan pekerja tidak bekerja dengan baik dan tidak memeperoleh
motivasi yang cukup dari organisasi. Pekerja demikian ini tidak berguna bagi
organisasi. Pada situasi demikian inilah sering terjadi pemberhentian pekerja
atau karyawan.
Kesimpulan
yang dapat ditarik dari kuadran-kuadran diatas adalah :
Pertama
bahwa karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya, belum tentu karena
prestasi yang tinggi bagi organisasinya dan sebaliknya organisasi yang tinggi
hasil prestasi karyawannya belum tentu selalu memberikan reward yang tinggi juga kepada karyawan.
Kedua
adalah untuk menciptakan situasi kerja dengan produktivitas tinggi dan
kehidupan kerja yang memuaskan semua pihak merupakan usaha keras dan cukup
sulit, maka perlu selalu diupayakan secara berkelanjutan
2.10 METODE PENGUKURAN MOTIVASI
Pengukurun
motivasi karyawan bisa dilakukan dengan cara:
a.
Observasi
b.
Metode pelaporan diri (self report)
c.
Wawancara mendalam (in-depth interview)
d.
Tes proyektif
Contoh pengukuran
motivasi dengan tes proyektif
1. Uji asosiasi kata à
responden diminta untuk mengungkapkan kata pertama yang
muncul dalam benak mereka saat mereka membaca kata-kata berikut : sikap gigi,
pasta gigi dan berkumur.
2. Metode penyelesaian kalimat (sentence completion
method) à
Responden diminta untuk melengkapi sejumlah kalimat
parsial (kalimat yang belum lengkap)
dengan satu kata atau frase yang pertama kali muncul dalam benak mereka Sebagai contoh :
a. Orang yang rajin beribadah sesuai dengan keyakinannya biasanya..........................
b. Harga daging impor pasti
...................................
c. Bagi orang Indonesia, sehari tanpa makan nasi terasa...........................
3. Teknik orang ketiga (third-person technique) à responden diminta
untuk menjelaskan mengapa orang ketiga
(misalnya, tetangga atau saudaranya) melakukan apa yang mereka lakukan”apa yang
menjadi alasan tetangga anda membeli mobil mercy?”
4. Thematic Apperception Test (TAT) à menunjukkan serangkaian gambar kepada para responden
yang kemudian diminta untuk
mendeskripsikan atau membuat cerita tentang gambar-gambar tersebut. Pada
prinsipnya, konsumen dan produk menjadi
pusat perhatian dalam gambar-gambar yang ditampilkan.
e. Kelompok
Fokus (FGD)
2.11
HUBUNGAN
MOTIVASI DENGAN KINERJA, EMPLOYEE RELATIONS DAN GAYA KEPEMIMPINAN
EKSTRINSIK
FACTOR
|
GAYA KEPEMIMPINAN
|
KINERJA INDIVIDU
|
KINERJA ORGANISASI
|
MOTIVASI
|
EMPLOYEE RELATIONS
|
INTRINSIK FACTOR
|
EKSTRINSIK
FACTOR
|
GAYA
KEPEMIMPINAN
|
KINERJA
INDIVIDU
|
KINERJA
ORGANISASI
|
MOTIVASI
|
EMPLOYEE
RELATIONS
|
INTRINSIK
FACTOR
|
Gambar
2.1 hubungan motivasi dengan kinerja,
employee relations dan gaya kepemimpinan
2.12
TEORI
MOTIVASI YANG COCOK UNTUK ORGANISASI NON PROFIT
Berikut ini beberapa teori-teori
motivasi yang memungkinkan untuk diaplikasikan dalam organisasi, terutama yang non-profit,
seperti organisasi sekolah, baik OSIS, Pramuka, maupun Rohis.
1.
Teori
Motivasi Era Lama, Teori
motivasi era lama ada 3, diantaranya:
a. teori hirarki kebutuhan Maslow,
b. teori X dan Y,
c. dan teori dua factor
2.
Teori
Motivasi kontemporer,
terdapat banyak teori motivasi dengan bukti empiris yang lebih kuat dari
sebelumnya, diantaranya:
a.
teori kebutuhan McClelland,
b.
cognitive evaluation theory,
c.
goal-setting theory,
d.
teori efektivitas diri,
e.
teori penguatan,
f.
teori keadilan,
g.
dan teori harapan
2.13
LEBIH BAIK MOTIVASI INTRINSIK ATAU
MOTIVASI EKSTRENSIK
Manusia dimotivasi oleh
aktivitas alamiah, menguasai sesuatu yang baru dengan senang hati, atau
konsekuensi alamiah dari aktivitas tersebutOrang yang termotivasi secara
intrinsik cenderung bekerja lebih keras. merak lebih menikmati pekerjaan mereka
dan selalu tampil lebih kreatif daripada orang yang dimotivasi secara
ekstrinsik.
Motivasi Ektrensik adalah
motivasi manusia yang diaktifkan oleh penghargaan dari luar. Atau dengan kata
lain melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Jika termotivasi
secara ekstrinsik Ia melakukan tugas itu
bukan karena tertarik pada tugas tersebut tetapi karena ada hadiah yang
ditawarkan. Sama halnya dengan seseorang yang bekerja keras untuk jadi pegawai
yang baik. Alasan utamanya adalah ingin dikagumi rekan-rekannya bukan karena
ketertarikannya pada pekerjaan tersebut. Jadi motivasi intrinsik lebih baik dari motivasi ekkstrensik.
sip gan. ini artikel yang ane cari terkait dengan teori motivasi menurut para ahli. bisa buat inspirasi tulisan di blog ane tipepedia
BalasHapusgan bagian ini, Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. bisa mintak daftar pustakanya g gan? perlu banget ne gan...
BalasHapusRebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
BalasHapushingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
profit,bergabung sekarang juga dengan kami
trading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009
sayang gak ada daftar pustakanya
BalasHapusMaaaf cantumkan dafusnya bos?
BalasHapusDaftar pustaka gk ad ada 😑
BalasHapus